Teknologi Tradisional merupakan objek pemajuan kebudayaan yang berupa keseluruhan sarana untuk menyediakan barang barang atau cara yang diperlukan bagi kelangsungan atau kenyaman hidup manusia dalam bentuk produk, kemahiran,dan ketrampilan masyarakat sebagai hasil pengalaman nyata dalam berinteraksi dengan lingkungan, dikembangkan secara terus menerus dan diwariskan pada generasi berikutnya.
Adapun teknologi tradisional ialah segala hal yang berhubungan dengan sistem peralatan dalam sifat dan bentuk tradisional. Teknologi juga berarti kerangka pengetahuan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan penggalian (sumber daya). Teknologi (Yunani Kuno) berasal dari akar kata techne yang berarti seni (art), kerajinan (craft). Pada permulaannya seni (art) berarti sesuatu yang dibuat oleh manusia untuk dilawankan dengan benda alam, namun kemudian menunjuk pada keterampilan (skill) dalam membuat barang itu.
Begitupun pengetahuan atau teknologi membangun kanal-kanal, yang oleh bangsa Belanda dahulu, dikenal dengan sebutan “sistem irigasi Banjar”, sudah tidak menjadi pengetahuan generasi masa kini.
Nenek moyang Masyarakat Banjar membuat banyak kanal dengan sebutan yang berbeda-beda untuk menunjukan jenis dan tingkatan-tingkatannya. Sejak berabad-abad yang lalu mereka telah terbiasa membuat kanal yang disebut dengan “antasan”, “anjir”, “handil”, “tatah”, dan “saka”. Oleh karena sifat, cara, dan alat pengerjaannya yang khas sehingga Schophuys menyebut hal itu sebagai “sistem irigasi Banjar”. Setiap kanal yang dibangun selalu bersifat multi fungsi (minimal utamanya untuk kepentingan pengairan sawah dan transportasi). Kanal dibangun secara bersama dala suatu komunitas atau oleh satu keluarga dengan peralatan sederhana yang disebut sundak (sebagian masyarakat di Kabupaten Banjar menyebutnya “linggis”). Dengan alat ini Masyarakat Banjar mampu membangun kanal hingga puluhan kilometer.
Hal serupa juga dialami oleh bidang obat-obatan, pertukangan, dan pengetahuan serta teknologi tradisional yang lainnya yang pernah dimiliki dan dipraktikan oleh Masyarakat Banjar di daerah Kabupaten Banjar. Pada bidang pertukangan misalnya, sudah semakin ditinggalkan dan kurang diketahui lagi oleh generasi saat ini. Orang-orang Banjar, termasuk yang berada di Kabupaten Banjar dahulu sangat ahli dalam membangun maupun membuat peralatan berbahan kayu. Di masa kini hal itu sudah mulai ditinggalkan bukan saja akibat perkembangan jaman dengan membangun rumah-rumah atau peralatan-peralatan modern berbahan bukan kayu, melainkan karena bahan baku utama berupa kayu itu yang sudah semakin dibatasi. Di lain pihak mereka juga rupanya terdesak oleh tukang-tukang pendatang (dari Jawa) yang bukan saja punya keahlian dalam membangun bangunan berbahan batu dan semen, tetapi juga dalam hal bangunan atau peralatan berbahan kayu yang terbatas namun masih banyak diperlukan seperti membuat kerangka pintu dan jendela (kusen). Meskipun demikian, untuk hal yang terakhir ini belum hilang sama sekali, sebab masih ada beberapa Orang Banjar di kabupaten Banjar yang tetap menekuni dan berusaha di bidang pembuatan kusen.
Di Kabupaten Banjar terdapat beragam jenis kerajinan tangan yang dihasilkan industri-industri kecil rumah tangga mulai dari batu-batuan permata hingga berbagai bentuk aksesoris dan peralatan rumah tangga khas Banjar. Kerajinan Tangan yang dihasilkan di antaranya berupa kain sasirangan, arguci, bordir, manik-manik, batu aji, sulam sugul, dan sebagainya, termasuk juga kerajinan amban dari perak dan emas serta penggosokan intan.
1. Penggosokan Intan
Martapura, ibukota Kabupaten Banjar, selain dikenal sebagai kota santri sudah sejak lama kota ini juga dikenal sebagai kota intan. Sebutan tersebut karena di kota ini terdapat banyak penggosokan intan, yaitu tempat pengrajin mengerjakan “intan mentah” menjadi “intan masak” (berlian). Di kota ini pula sebagai pusat penjualan intan-intan yang kemudian dipadukan dengan membuat bingkainya (disebut amban) untuk cincin yang terbuat dari emas atau perak. Di kota ini pula dibuat kerajinan batu-batu permata lainnya dari berbagai jenis bebatuan keras yang dibingkai dengan amban emas atau perak. Dalam kaitan ini sejak tahun 2006 telah dibentuk di Kabupaten Banjar Lembaga Pengembangan dan Sertifikasi Batu Mulia (LPSB) pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banjar.
2. Kerajinan Batu Aji
Selain penggosokan intan, batu permata dan kerajinan amban ada lagi jenis kerajinan orang Banjar yang dibuat dari bahan batuan yang lazimnya untuk cindera mata. Kegiatan itu disebut dengan kerajinan batu aji. Kerajinan batu aji juga bersifat rumahan sebagaimana kerajinan-kerajinan yang telah disebut terdahulu. Pengrajin ini juga cukup tersebar di Kota Martapura, namun nampaknya lebih terkonsentrasi di Kampung Keraton Martapura. Bahan yang diolah sebagai hiasan berasal dari batu gunung dengan warna dominan hijau yang indah. Hiasan yang dibuat dalam berbagai bentuk seperti untuk papan nama, replika meriam, asbak rokok, bentuk rumah Banjar, untuk gantungan kunci, jam bentuk rumah Banjar atau pulau Kalimantan, tasbih, kalung, dan plakat. Kesemuanya dapat menjadi cindera mata asli Kota Marapura Kabupaten Banjar.
3. Kerajinan Arguci
Ada lagi jenis kerajinan yang juga menjadi khas bagi Martapura Kabupaten Banjar yaitu yang disebut kerajinan arguci (atau oleh sebagian orang Banjar disebut airguci). Kerajinan ini juga bersifat rumahan. Proses pembuatannya mirip kegiatan menyulam tetapi dengan menyisipkan pernik-pernik warna warni yang membentuk hiasan atau kaligrafi. Kerajinan ini umumnya dikerjakan oleh kaum wanita, berbeda dengan pengrajin batu aji, batu permata atau intan yang pada umumnya dikerjakan oleh laki-laki.
4. Kerajinan Bordir
Bordir atau sulaman adalah hiasan yang dibuat di atas kain atau bahan-bahan lain dengan jarum jahit dan benang warna warni. Selain benang, hiasan untuk bordir dapat menggunakan bahan seperti potongan logam kecil dan tipis ataupun manik-manik. Bordir juga merupakan satu jenis kerajinan yang masih hadir di Kabupaten Banjar. Tepatnya bagi warga masyarakat di Kabupaten Banjar bordir sebagai suatu bidang usaha yang dapat menambah pendapatan keluarga atau bahkan menjadi usaha utama bagi penghasilan keluarga. Kerajinan bordir merupakan upaya memberikan hiasan untuk mempercantik tampilan pakaian atau barang-barang lainnya. Pakaian yang dibordir terutama busana muslim wanita, namun ada juga untuk busana muslim pria. Kerajinan bordir bukan sekadar untuk mempercantik pakaian atau kemeja tetapi juga untuk hiasan pada taplak meja, sarung bantal atau guling, dan barang lainnya. Meskipun kerajinan ini umum bagi masyarakat Indonesia, namun warga Kabupaten Banjar juga cukup banyak yang menggeluti usaha jenis kerajinan ini.
5. Kerajinan Manik-Manik
Manik-manik (Inggris: bead) merupakan benda atau bahan yang berasal dari batu-batuan, kaca atau krital, keramik, logam, kerang, tulang, getah kayu, biji-bijian, merjan, atau plastik lazimnya dalam bentuk bulat-bulat kecil, berlubang agar dapat dirangkai, dan berwarna warni. Dari bahan ini dirangkai sedemikian rupa hingga membentuk berbagai barang keperluan sehingga disebut sebagai kerajinan manik-manik. Kerajinan manik-manik dapat berupa tas tangan, sarung handphone, dompet, asesoris mobil, gantungan kunci, tempat pensil atau pulpen, kalung, dan sebagainya. Saat ini manik-manik terutama dari bahan plastik dengan warna sangat variatif yang paling banyak digunakan oleh para pengrajin manik-manik di Martapura untuk membuat barang-barang tersebut. Kombinasi berbagai warna seperti merah, putih, hijau, kuning, biru, metalik, dan hitam yang dipadukan oleh para pengrajin menghasilkan barang-barang yang sangat indah. Oleh karenanya hasil kerajinan ini cukup banyak diminati baik karena fungsinya maupun untuk sekadar cindera mata.
6. Kerajinan Kain Sasirangan
Jenis kerajinan lain dari masyarakat Banjar di Kabupaten Banjar adalah kerajinan kain sasirangan. Kain sasirangan merupakan kain adat Banjar. Kata “sasirangan” berasal dari kata “manyirang” yang berarti menjelujur. Kain ini disebut menjelujur karena proses pengerjaan kain ini dilakukan dengan cara menjelujur yang kemudian diikat dengan tali lalu dicelup ke dalam pewarna. Tercatat dalam sejarah, kain sasirangan merupakan kain sakral yang diwariskan sejak abad ke-12 ketika Raja Lambung Mangkurat menjadi patih Negara Dipa. Pada mulanya, sasirangan masih masih dikenal untuk kain “batatamba” atau proses penyembuhan orang yang mengidap suatu penyakit sehingga saat itu kain sasirangan masih harus dipesan terlebih dahulu (pamintaan) sesuai dengan kehendak pemesannya. Oleh sebab itulah, orang-orang suku Banjar sering menyebut kain sasirangan sebagai kain pamintaan atau permintaan. Selain untuk penyembuhan orang sakit, kain sasirangan juga merupakan kain yang dianggap sakral dan biasa dipakai dalam upacara adat Banjar.
Dahulu kala, pewarnaan kain sasirangan sesuai dengan maksud atau tujuan pembuatannya. Salah satunya yaitu sebagai pelengkap terapi penyembuhan penyakit tertentu yang diderita seseorang.
Berikut adalah arti dari warna sasirangan:
a. Kain sasirangan warna kuning merupakan tanda yang menyimbolkan bahwa penggunannya sedang dalam proses penyembuhan untuk mengobati penyakit kuning (dalam bahasa Banjar: kana wisa).
b. Kain sasirangan warna hijau menyimbolkan bahwa penggunanya sedang dalam proses penyembuhan penyakit lumpuh/stroke.
c. Kain sasirangan warna ungu ialah simbol bahwa penggunanya sedang menjalani proses penyembuhan penyakit sakit perut (disentri, kolera, atau diare).
d. Kain sasirangan warna merah merupakan simbol yang menandakan bahwa pemakainya sedang menjalani proses penyembuhan penyakit sakit kepala dan insomnia/sulit tidur.
e. Kain sasirangan warna hitam merupakan simbol bahwa penggunanya dalam proses mengobati penyakit kulit gatal-gatal dan demam.
f. Kain sasirangan warna coklat merupakan simbol yang menandakan pemakainya sedang menjalani proses pengobatan penyakit tekanan jiwa atau stres.
Di Kabupaten Banjar masa kini, para pengrajin kain sasirangan tersebar di Kelurahan Manarap Lama, Desa Manarap Tengah, Desa Sungai Lakum dan Desa Kertak Hanyar. Jenis kerajinan ini cukup banyak menyerap tenaga kerja. Meskipun hampir seluruh bahan baku untuk memproduksi kain sasirangan didatangkan dari luar daerah namun usaha ini tetap dapat memberikan keuntungan yang baik bagi para pengrajinnya.
7. Pertukangan
Selain hal-hal yang disebutkan di atas, bagian terpenting lainnya dari pengetahuan dan teknologi masyarakat Banjar adalah yang berkaitan dengan bangunan. Bangunan yang dimaksud tentu merupakan suatu hasil wujud kebudayaan material. Bangunan yang dimaksud di sini berupa rumah yang biasa disebut sebagai rumah adat Banjar atau rumah tradisional Banjar. Meskipun sudah sangat langka gaya arsitektur rumah adat Banjar dihadirkan oleh warga masyarakatnya, namun sampai hari ini tersisa bangunan-bangunan rumah adat Banjar tersebut di Kota Martapura. Sejauh ini terindikasi ada sembilan buah rumah adat Banjar di Martapura masih dalam kondisi baik, ada dua buah rumah ada yang perlu direhabilitasi, dan beberapa yang lainnya dalam kondisi rusak atau terhimpit dengan bangunan lain.